Cerpen Kehidupan:Mayat

Sehubungan artikel ini sangat menggugah,menyentuh hati saya,dan kepeduliannya dalam keadaan,kahidupan,terutama kehidupan bawah maka artikel ini saya copy.artikel ini saya copy dari Andriy vonzale,dan artikel ini juga merupakan karya Putu Wijaya

Horison,  April 2000

Mayat

Oleh: Putu Wijaya

Mayat itu mengeluh.

“Aku yang mati. Aku yang terdera. Aku yang menjadi korban. Aku menderita. Aku yang sudah kesakitan. Aku yang menanggung seluruh kerugian. Aku diberitakan, diperdebatkan, dipergunjing­kan, diselidiki dan dipakai sebagai contoh, sebagai obyek untuk berbagai penyelidikan, analisa-analisa yang menyebabkan banyak orang menjadi terkenal dan kaya. Aku yang sudah mencetak duit buat banyak orang yang memanfaatkan dengan cerdik seluruh peris­tiwa yang dahsyat ini, sehingga mereka menjadi terkenal, terke­muka, memegang posisi puncak dan akhirnya menang. Tetapi aku sama sekali tak kebagian apa-apa. Aku tetap saja hanya sebuah mayat yang sepi. Yang akhirnya tak lebih penting dari segala manipulasi orang-orang tersebut. Ini sama sekali tidak adil!”

Ia bangkit dari kebisuan dan kekakuannya dan mulai menyusun protes. Ia menggugat perilaku yang semena-mena tersebut yang jelas sekali memperlihatkan keserakahan manusia.

“Peradaban sudah merosot. Kebudayaan tidak lagi membuahbudi­kan keluhuran, tetapi membuat manusia semakin tamak dan tipis rasa kemanusiaannya. Dunia sudah menjadi sebuah pasar besar. Semua orang berdagang. Dan dagang sendiri bukan lagi menjadi ajang tukar-menukar jasa dengan saling menguntungkan, saling bergotong-royong, tetapi sudah menjadi perang siasat untuk menipu dan membuat bangkrut orang lain. Kehidupan sudah rusak. Aku menginginkan ada pencerahan atas kabut hitam yang akan membuat dunia dan kehidupan serta segala manusia isinya ini kiamat kubra,“ kata mayat itu.

Ia berdiri di pinggir jalan. Lalu mulai mengganggu setiap orang lewat dengan berbagai keluhan, kemudian sindiran-sindiran dan akhirnya menjadi umpatan-umpatan yang terdengar tidak bedanya dengan kutukan.

“Aku yang mati, kamu yang enak. Aku yang kejepit, kamu yang melejit. Kamu semua kelihatan saja menangis, meringis, tapi sebetulnya kamu semua tertawa, kamu terus hidup ngakak. Kematian­ku sudah menghasilkan lebih banyak uang lagi ke dalam bisnismu. Air matamu hanya kelambu untuk menutup segala kebahagiaan dan keuntunganmu menjual berita-berita perih, menciptakan esai-esai, elegi-elegi, balada-balada dan orasi-orasi yang meratapi dan menggugat kematianku. Kamu tidak punya malu lagi mengeruk keun­tungan dari orang yang mati!”

Mayat itu mengetuk pintu sebuah media massa yang mengalami cetak ulang ketika memuat secara lengkap cerita dan foto-foto kematiannya. Para wartawan yang ditemuinya semua menghindar, menutupi hidungnya, mengangkat bahu dan menunjuk atasannya.

 

Baca entri selengkapnya »

Cerpen Kehidupan: Potret kemiskinan

POTRET KEMISKINAN

 

 

Lama dari mereka terbuang,begitu mudah tersingkirkan.Di tengah kezaliman,mengantar ruang kenistaan.Bertahan dari keadaan,berjuang untuk hidup.Bukan mereka pemalas, ataupun pembual belaka adanya.Mandi keringat,banting tulang tak segan mereka lakukan,meskipun hanya untuk bertahan hidup.

 

Teringat kembali ku pada sebagian kisah diantaranya,..mati bersama yang tersayang

 

Bersama 4 buah hatinya,pemulung lusuh mencoba bertahan,istri menghilang pergi bersama kelaliman,tanpa kesetiaan dan tanggung jawab.Menyusuri jalan,mengais bersama sampah,bau busuk sahabatnya.Tak malu ia menunggu,… sebagian orang yang membuang sisa makanannya.Ya,… ya,.. hanya tuk bertahan.

 

Hidup yang selalu di hampiri kesedihan,setiap pulang buah hatinya kian selalu menanyakan “bapak bawa apa?”,”ibu kapan pulang?”,”kenapa kami tak sekolah?”,pedih,… perih,.. menusuk dalam hati yang terasa pasti.Terbesit hati tuk mengakhiri penderitaan yang di alami kian terus menghantui.Pemulung itu mencoba meracuni buah hatinya dan mati bersama mereka.Di putuskannya hal itu.

 

Dengan menjual apa apa yang masih dia punya dan apa apa yang ada,di belikannya baju baju indah tuk buah hatinya,di belikannya makan makanan lezat tuk buah hatinya dan meracuninya.,,,

“ Nak sini, kita berkumpul,bapak ada kabar gembira untuk kalian.Hari ini bapak banyak rejeki,maka bapak belikan ini untuk kalian,dan baju ini dari ibu kalian.Besok ibu… ingin bertemu kalian dengan memakai baju ini,besok pagi sekali kita berangkat,maka pakailah baju ini sekarang supaya besok tidak terlambat”

 

Serasa angin syurga menyapa anak anak itu, ceria dengan baju baju itu .

 

“Sekarang makanlah kalian”

“Tidak,.. kami mau bapak yang menyuapin kami” Sahut anak sulungnya

Senyum bersama tangis hati, merona di muka pemulung,”Baiklah,, bapak akan menyuapin kalian satu persatu,dari puteri(anak bungsu) dulu ya,,?”

Mengangguk mereka seraya tak sabar menunggu.Satu persatu di suapinnya,penuh keceriaan di muka mereka dan seusainya di suruh tidur mereka,saatnya giliran pemulung yang makan makanan itu.

 

Bersama malam gelap gulita,…tlah terasa senja tiba,manakala menyapa seorang teman dari pintu luar…. Guna mengajak mengais sampah.

“Di….. wardi… kamu gak kerja ya…?”

Terbangun kaget pemulung… “Di mana aku,..ini Syurga.. apa Neraka..?”

Melihatnya ke samping buah hatinya masih tertidur,mencoba membangunkan mereka,.. dan,… tak bangun jua,…

“Mereka,… mereka,… tlah mati,… aku,..membunuh mereka,kenapa ku tak bersama mereka?”

Hanya tangis kesedihan penuh penyesalan,.. karena terundang suara tangisan,sesegera mungkin teman di luar,masuk rumah pemulung.

 

Sekarangpun pemulung itu harus meratapi kesedihannya di balik jeruji besi.

Sebenarnya siapa yang seharusnya merasa paling bersalah dalam kisah ini.

Cerpen Kehidupan:Cerpen (Cerita Penting)/Kisah Pendatang Kharam Negeri Jiran

PENDATANG KHARAM NEGERI JIRAN

 

 

Dua tahun ku menginjakkan kaki di negeri jiran.ku di sebut sebut pendatang kharam olehnya.ya,,,, begitulah istilah warga asing illegal.Tak pernah bosan mereka(polisi) mencari kami,bahkan di halte bis pun mereka menunggu,atau tak sungkan sungkan mereka naik bis guna mencari pendatang kharam.

 

Buruh bangunan kerjaku,rasa cemas dan khawatir selalu menghantuiku.Teringat jelas memori di malam itu,seusai kerja ku bersama pendatang kharam lainnya di mess(container).Terdengar langkah kaki dan ketukan pintu yang di iringi salam,tak satupun dari kami menyahut salam itu,kami yakin itu adalah polisi.Ku bersyukur karena di malam itu tak satupun dari kami yang membalas salam,tak mengobrol,dan bahkan meletakkan sandal atau sepatu di luar .Kami yang biasanya… adalah kebalikan dari semua itu.

 

Menyongsong pagi kami segera melaporkan kejadian semalam kepada majikan,dan kami sepakat malam berikutnya kami tidur di luar(hutan) guna mengantisipasi hal hal yang tidak di inginkan.

 

Aku lelah.. ku capek dengan semua ini..,harus kah ku menunggu di terali besi..?tanpa makan dan hanya sebagai bahan siksaan guna pelampiasan seperti halnya penjahat teroris? .Aku harus pulang sebelum semua itu terjadi.Kutemui jasa pemulangan pendatang kharam.Di situ ku di urus layaknya yang ada di televisi televise (teroris kelas kakap)

 

Menunggu malam ku berangkat,…jenis carry  ku naiki.tanpa sinar bulan dan lampu penerangpun(lampu mobil) tak di nyalakan. Kami menelusuri hutan, pegunungan, melewati jurang jurang yang sewaktu waktu bisa saja menelan.Rasa cemas nan khawatir menyelimutiku bersama malam itu.Sesampainya di tepi rawa ku di sambut nelayan dengan perahu sampan yang di lengkapi pengaman dari bamboo di samping kanan kirinya.

 

Perlahan,..perlahan.. ku memasuki rawa.Tanpa adanya suara,dan lampu penerangpun tak ada,ku melewati lautan hanya dengan dengan perahu sampan .Perlahan lahan nelayan mengayuhkan dayungnya mengantarkan kami(7 orang) sampai ke ujung daratan.Ku hanya bisa berdoa berserah diri kepadaNya,sembari merenungi atas semua yang terjadi.Bersama hadirnya mentari kami memasuki daratan (Aceh).Kami di serahkan ke koramil setempat dan di tanyakan identitas serta alamat masing masing.Mereka pun tak sungkan juga memeras kami yang sebelumnya sudah mengluarkan tak kurang dari gaji 2 bulan kerja dengan alasan ongkos bis.Tak apa yang penting sampai rumah,sesampainya di rumah ku sempat berkata “tak akan lagi ku injakkan kakiku di negeri itu”.

 

DI kisahkan Oleh Suharjo (sahabat Khoirul Huda)

Cerpen Kesetiaan (Cinta)

Cerpen : Siapa yang lebih setia…? Laki laki atau wanita?

 

Di gubuk reot mereka tinggal,seorang pujangga sanjaya bersama permaisurinya dwi permata sari yang ada di sana dengan beberapa tetangga.Penuh kebahagiaan…. keharmonisan,keceriaan,canda tawa selalu menghiasi hari hari mereka.Saling mengerti dan memahami yang selalu menjadi pondasi.

 

Mereka bermata pencaharian sebagai petani.datanglah suatu hari yang menguji kesetian cinta mereka berdua.Pagi pagi sekali sang pujangga meninggalkan sang permaisuri ke sawah,melihat sang istri dengan tertidur lelap,tak tega sang pujangga membangunkannya.

Di dapati sanjaya tak ada di samping,segeralah dwi permatasari memasak untuk sanjaya

 

“a…h kanda pasti sudah berangkat ke sawah,aku harus segera mungkin mengirim sarapan untuk kanda”  sesampainya di sawah terlihat sanjaya mengayunkan cangkulnya.

“kanda sanjaya………sarapan dulu kanda”sapa dwi permata sari

“ya dinda tunggu sebentar”saut sanjaya.bersamaan itu,seekor ular kobra menghampiri dwi permata sari.terlihat jelas oleh sanjaya kobra itu mau mematuk dwi permata sari.

“dinda……. Awas di samping dinda ada ular!”

“a…h  kanda,makan dulu baru bercanda” bantah dwi,karena memang mereka selalu bercanda,maka dwi permata saripun menganggap hal itu sebagai bercanda.

“a….a…,kanda tolong” ular itu mematuk bagian belakang kaki dwi permata sari

“dinda….,dinda tidak apa apa?”Tanya sanjaya

“kakiku mati rasa kanda”jawab dwi permata sari

Segera mungkin sanjaya membawa dwi permata sari ke dusun,

“tolong……… tolong….”pangil sanjaya kepada tetangga,tubuh dwi permata sari membiru dan matanya pun terpejam,sembari dwi permata sari mencoba menggerakkan bibirnya”maafkan dinda kanda,bilaman dinda masih diberi waktu,dinda kan selalu ingin bersama kanda”

 

“cepat pangil tabib kesini”suruh sanjaya kepada tetangga

Tatkala tabib datang,segera mungkin tabib mmeriksa denyut nadi dwi,tapi tak di dapatinya.”maaf sanjaya,…”kata tabib

“tidak…. Tidak boleh,hanya bersamamu aku hidup,bersamamu ku betahan”

 

Semalam suntuk sanjaya menangisi kepergian dwi permata sari,pagi pagi sanjaya mengumpulkan batang pohon pisang dan merakitnya.Dengan perasaan sedih nan pilu sanjaya membawa dwi permata sari ke tepi sungai dengan rakit pohon pisang

“dinda apalah arti hidupku bila tak bersamamu…,aku kan terus bersamamu hingga akhir hidup ini dinda,kanda kan membawamu ke ujung samudra tak bertepi,dam mmbiarkan pohon pisang ini membusuk bersama dengan berakhirnya cinta kita,kanda tak akan berlabuh sebelum bersatunya cinta kita kembali”

 

“Ya Tuhanku… aku percaya akan kekuasaanMu

Ku sadar benar ini kehendakMu

Bilamana Kau menghendakinya,tawarlah air laut ini

Surutlah air ini

Binasalah diri ini

Tapi satu hal yang pasti aku mohon kepadaMu

Tolong beri kehidpan pada istriku ini….

Ambil separuh nyawaku untuknya

Untuk kehidupannya”

 

Rakit itupun terus mengikuti arus sungai dan membawa mereka pada hamparan samudra,terus menangis dan berdoa yang hanya bisa di lakukan sanjaya.Tiba tiba seekor ular kobra menghampiri mereka berputar putar di sekeliling mereka.

“hai kau kobra,bila mana memang Tuhan yang menjadikan kau memisahkan aku dengan dinda,maka persatukanlah kami dengannya.Patuklah diriku ini biar ku bisa bersama dinda”

 

Namun kobra itu tak mematuk sanjaya tapi malah mematuk bagian belakang kaki dwi permata sari.

“kanda………,kenapa kta di sini?,bukankah kita di sawah..? kanda sudah sarapan belum?”tiba tiba terdengar suara dwi permata sari di telinga sanjaya.

“indahnya mimpi ini sampai Kau dengarkan suara istriku ya… Tuhanku”gumam sanjaya dalam hati

“kanda…. Kanda… di Tanya kok diam saja? Ada apa kanda?”Tanya dwi permata sari,sanjaya pun mencoba tuk membuka mata karena masih tak yakin dengan apa yang barusan di dengar

“dinda… kau benar benar dinda…?ya Tuhanku ku bersujud dan bersyukur kepadaMu,Kau masih mau mendengar doaku.,,,, dinda tak ingat kalau dinda di patuk ular..?tanya sanjaya ke dwi permata sari

“oooo ia.. dinda ingat… tapi kenapa kita di sini kanda?”Dwi penuh heran bertanya kepada sanjaya

“kanda membawa dinda tuk selalu hidup mati bersama dinda….,di sana ada pulau,mari kita berlabuh di sana,di sana kita akan hidup bersama berdua”ajak sanjaya

“baik kanda”dwi pun mersa bahagia dengan kesetiaan dan cinta sanjaya dan ia pun merasa yakin kan bahagia bersama sanjaya.

 

Di pulau itu hanya mereka berdua yang tinggal.mereka hidup dengan menangkap ikan,menanam apa apa yang bisa di tanam dan di makan.Mereka sangat bahagia meskipun hidup seadanya.

 

Suatu ketika kapal seorang saudagar kaya melewati pulau tersebut dan mencoba berlabuh tuk memastikan pulau tersebut berpenghuni atau tidak,dan mencoba membuka pasar perdagangan di pulau itu.Bersama itu sanjaya pergi menangkap ikan dan dwi permata saripun sedang mencuci pakaian di tepi sungai yang jauh jaraknya dari tempat sanjaya.Saudagar itupun melihat dwi yang sedang mencuci pakaian,dan menghampiri dwi

 

“apa yang sedang gisana lakukan di tempat seperti ini,apa di sini ada desa untuk berdagang?” Tanya saudagar

“tidak ada gisana,yang ada hanya kami berdua di pulau ini.aku dan suamiku sanjaya,sedangkan aku sekarang mencuci pakaian kami berdua”jawab dwi permata sari

“Apakah gisana bisa tinggal di tempat seperti ini yang tak berpenghuni?selalu di landa sepi?apakah gisana ak ingin hidup seperti halnya manusia lainnya?lebih baik gisana ikut saya,di sana banyak kehidupan yang menanti kita!”ajak saudagar

“di sini aku memang sepi dan ingin meninggalkan semua ini tetapi disini ada sanjaya yang selalu menemani.tapi… bukan disini tempatnya yang ku harapkan”jawab dwi permata sari

“coba gisana pikirkan sejenak mana yang lebih baik dan harus di putuskan,bilamana gisana ingin meniggalkan semua ini,gisana bisa ikut bersama saya dan akan ku jadikan gisana istri saya”tambah saudagar

“baiklah gisana,….aku akan ikut bersamamu”dwi pun memutuskan tuk meninggalkan kesepiannya yang selama ini ia rasakan  dan pergi bersama saudagar itu menuju kota.

 

Haripun menjelang sore dan sanjaya pulang dari menangkap ikan dan ia ingin segera cepat sampai rumah dan memberi tahu dwi permata sari kalau ia hari ini berhasil menangkap ikan banyak.Sesampainya di rumah tak didapatinya dwi permata sari dan hanya selembar daun jati yang ia temukan di atas meja bambunya.Di daun itu bertuliskan

“maafkan dinda kanda sanjaya,dinda ingin selalu bersama kanda,tapi dinda juga ingin hidup bahagia bersama dengan yang lainnya,yang mana kebahagiaan itu bukan milik kita semata”

Sanjaya menangis,dan seakan tak kuasa menerima kenyataan ini semua

“ya Tuhanku kau memisahkan kami dengan kematian dan mengembalikan kebahagiaan dalam kehidupan.tapi kehidupan yang lain lah yang di inginkan dinda,mohon beri kebahagiaan baginya ya Tuhanku…”

Dan sanjaya tetap memutuskan tuk hidup sendiri di pulau terpecil itu,dan tidak pergi mencari sang istri yang pergi.karena itu memang yang menjadi keinginan dwi permatasari.