Puisi/Syair Kehidupan:Mimpi Gelandangan Pengamen Jalanan

Mimpi gelandangan pengamen jalanan

 

 

Dari kata kataku yang terdengar

Mungkin arti dari kebisingan

Dari keberadaanku yang terlihat pandangan

Mungkin suatu hal yang tak di inginkan

Walaupun tak di harapkan tapi ku tetap berusaha bertahan

Mungkin kalian bosan,mungkin ku menjijikan

Tapi inilah keadaan.. sebutir pandangan kehidupan

 

Mengubur dalam rasa malu

Ku dendangkan lagu…

Mengharap simpatimu

Serasa merdu untukku…

Bagaimana denganmu..

Bukan setengah dari yang kau miliki yang ku minta

Secuil darinya yang sederhana ku terima

Ku tak memaksa dari kamu semua tuk memberi

Sedikit darimu sangatlah berarti

Sangat jelas bagiku…. tentu jua negeriku

 

Kotor bajuku … kumuh tubuhku… tapi bukan karena debu

Dari merekalah yang meminjam bajuku…

Menyandang gelar kehormatanku…

Tak sungkan mereka  memaksamu

Muka seram tersandang.. takutmu karena itu..,ku bukan itu…

Coba kau cuci bajuku…,tak kau beri detergentpun ku mau..

Simpan di lemarimu… di situ terjaga bajuku

 

Bagaimana dengan gelar kehormatanku…. Namaku…

Harumkan ia karenamu…

Parfum murah akupun mau..

Mungkin kata…atau pandangan pelupuk mata

Seakan biasa.. tapi membawa makna

Mungkinkah bisa… kalau keberadaanku sudah terhina

Hanya sebagai pandangan sebelah mata

Harapku itu karena debu… bukan dari hatimu

Mungkinkah debu masuk di sebelah mata dari kamu semua

 

Sedikit dariku mungkin bisa membantu…

Dari lagu merduku teralun untukmu

Dari pengetahuanku menyalur untukmu

Di eramu menjelang pemilu…mungkinkah ku bisa membantu

Dari mereka yang bosan denganku…

Dari mereka memilih kamu…

Dari kampanyeku… tak terasa bagimu… tak keluar rupiahmu

Mungkin dari laguku mengubur dalam kekerasan,menenggelam penindasan

Tak ada harapan bagiku,hanya kepedulianmu

 

Ah…. Ku sadar sekarang ku terkapar

Cobaku bangun dari mimpiku

Harap tak tenggelam dalam khayalan

Hanya kemustakhilan

Ku tak di pedulikan

Secuil perhatian hanya sebagai pajangan

Diriku,,, cermin negeriku

Adaku… karena negeriku

Sekarang di mana aku.

6 Komentar

  1. murid said,

    Februari 22, 2009 pada 10:50 am

    Puisinya bagus susunan rimanya…kayaknya seniman profesional nih

    nggak juga kok

  2. julie said,

    Februari 23, 2009 pada 8:17 am

    puisi ini harusnya dibaca para wakil rakyat

    Maunya begitu mbak,…tp saiapa saja yang peduli jg boleh kok

  3. escoret said,

    Februari 24, 2009 pada 12:02 pm

    hahahha

    jadi inget lagunya iwan males…
    mimpi yg di beli..hahahhaha

  4. aribicara said,

    Maret 20, 2009 pada 10:13 am

    Aku pernah hidup dijalanan Kawan…

    tapi itu memberikanku banyak pelajaran yg sangat dan sangat berharga tentang makna hidup ….

    Makasich kawan,, Puisimu ini mengingatkanku pada masa2 itu ..

    Salam 🙂

    ku berharap masa yg bermakna

  5. Al iQhrom. said,

    Juli 11, 2009 pada 5:03 pm

    Cakrawala biru hiasi pagi d hari ini.jam tujuh pagi spotong roti dan secangkir kopi mengawali hari.jalan sempit yg terhimpit gedung2 Eliet menyambut mreka berbaju kusut.mreka pujanga jalanan sejati.yg berkreasi d riuhya orang berdasi.mreka pujangga yg menahan panas’letih dan pengapya polusi dengan spotong roti secangkir kopi yg ia beli td pagi.spotong roti menjdi puisi.secangkir kopi menjadi syair.mreka dgn jemarinya merayu nada melantunkan karyanya.bukan pengharap dan juga bukan penyulap.mreka berkarya dari indonesia dan dmi sastra anak bangsa.

  6. azhrueldt said,

    Desember 30, 2009 pada 10:51 am

    puisi,a bgus bgt …
    aku suka bgt ma kata”,a .. . .
    menyentuh hati ….

    KH>>> 🙂 ma kasih


Tinggalkan Balasan ke murid Batalkan balasan