Mimpi gelandangan pengamen jalanan
Dari kata kataku yang terdengar
Mungkin arti dari kebisingan
Dari keberadaanku yang terlihat pandangan
Mungkin suatu hal yang tak di inginkan
Walaupun tak di harapkan tapi ku tetap berusaha bertahan
Mungkin kalian bosan,mungkin ku menjijikan
Tapi inilah keadaan.. sebutir pandangan kehidupan
Mengubur dalam rasa malu
Ku dendangkan lagu…
Mengharap simpatimu
Serasa merdu untukku…
Bagaimana denganmu..
Bukan setengah dari yang kau miliki yang ku minta
Secuil darinya yang sederhana ku terima
Ku tak memaksa dari kamu semua tuk memberi
Sedikit darimu sangatlah berarti
Sangat jelas bagiku…. tentu jua negeriku
Kotor bajuku … kumuh tubuhku… tapi bukan karena debu
Dari merekalah yang meminjam bajuku…
Menyandang gelar kehormatanku…
Tak sungkan mereka memaksamu
Muka seram tersandang.. takutmu karena itu..,ku bukan itu…
Coba kau cuci bajuku…,tak kau beri detergentpun ku mau..
Simpan di lemarimu… di situ terjaga bajuku
Bagaimana dengan gelar kehormatanku…. Namaku…
Harumkan ia karenamu…
Parfum murah akupun mau..
Mungkin kata…atau pandangan pelupuk mata
Seakan biasa.. tapi membawa makna
Mungkinkah bisa… kalau keberadaanku sudah terhina
Hanya sebagai pandangan sebelah mata
Harapku itu karena debu… bukan dari hatimu
Mungkinkah debu masuk di sebelah mata dari kamu semua
Sedikit dariku mungkin bisa membantu…
Dari lagu merduku teralun untukmu
Dari pengetahuanku menyalur untukmu
Di eramu menjelang pemilu…mungkinkah ku bisa membantu
Dari mereka yang bosan denganku…
Dari mereka memilih kamu…
Dari kampanyeku… tak terasa bagimu… tak keluar rupiahmu
Mungkin dari laguku mengubur dalam kekerasan,menenggelam penindasan
Tak ada harapan bagiku,hanya kepedulianmu
Ah…. Ku sadar sekarang ku terkapar
Cobaku bangun dari mimpiku
Harap tak tenggelam dalam khayalan
Hanya kemustakhilan
Ku tak di pedulikan
Secuil perhatian hanya sebagai pajangan
Diriku,,, cermin negeriku
Adaku… karena negeriku
Sekarang di mana aku.
murid said,
Februari 22, 2009 pada 10:50 am
Puisinya bagus susunan rimanya…kayaknya seniman profesional nih
nggak juga kok
julie said,
Februari 23, 2009 pada 8:17 am
puisi ini harusnya dibaca para wakil rakyat
Maunya begitu mbak,…tp saiapa saja yang peduli jg boleh kok
escoret said,
Februari 24, 2009 pada 12:02 pm
hahahha
jadi inget lagunya iwan males…
mimpi yg di beli..hahahhaha
aribicara said,
Maret 20, 2009 pada 10:13 am
Aku pernah hidup dijalanan Kawan…
tapi itu memberikanku banyak pelajaran yg sangat dan sangat berharga tentang makna hidup ….
Makasich kawan,, Puisimu ini mengingatkanku pada masa2 itu ..
Salam 🙂
ku berharap masa yg bermakna
Al iQhrom. said,
Juli 11, 2009 pada 5:03 pm
Cakrawala biru hiasi pagi d hari ini.jam tujuh pagi spotong roti dan secangkir kopi mengawali hari.jalan sempit yg terhimpit gedung2 Eliet menyambut mreka berbaju kusut.mreka pujanga jalanan sejati.yg berkreasi d riuhya orang berdasi.mreka pujangga yg menahan panas’letih dan pengapya polusi dengan spotong roti secangkir kopi yg ia beli td pagi.spotong roti menjdi puisi.secangkir kopi menjadi syair.mreka dgn jemarinya merayu nada melantunkan karyanya.bukan pengharap dan juga bukan penyulap.mreka berkarya dari indonesia dan dmi sastra anak bangsa.
azhrueldt said,
Desember 30, 2009 pada 10:51 am
puisi,a bgus bgt …
aku suka bgt ma kata”,a .. . .
menyentuh hati ….
KH>>> 🙂 ma kasih